Sabtu, 01 Maret 2014
MATI KUTU DALAM TIGA TARIKAN NAFAS
Seseorang berjalan di sebuah jalanan yang setiap hari dijalaninya. Begitu terus dan begitu terus. Pada suatu genang yang tak sempat dihilangkan matahari dari bumi, seseorang itu menginjak cermin kenangan yang pecah berantakan jadi gelombang. Bayangkanlah sebuah gerak perlahan, dipelankan hingga beberapa kali sepelan-pelannya, sebuah kaki--barangkali dengan sepatu boots, converse, atau apa sajalah yang penting sepatu yang sedikit kumal--menginjak genangan air dan bekecipaklah air yang menggenang di sana. Gelombangnya mencipta sisa-sisa masalah kehidupan. Ada feodalisme, ada neoliberalisme, ada kapitalisme, ada pascakolonialisme, ada teodice, ada totalitarianisme, kecuali komunisme tentu saja. Dan Seseorang itu terus melangkah dengan balon-balon masalah yang beterbangan di kepalanya. Bayangkanlah kepalamu laksana monitor laptop atau pc dengan screen saver balon-balon warna-warni transparan--terkadang merujuk pada sesuatu yang umum membuat bahasamu yang tak jelas dan tak ada juntrungan maknanya menemukan konteksnya. Di sini Derrida ternyata bukan pencipta bahasa yang baik. Penuh kepalanya dengan masalah, cinta, pengorbanan, bayangan kesendirian, kesepian yang mengintip, dan segalanya yang lainnya. Tentu saja tanpa masyarakat tanpa kelas.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Kerennn....
Posting Komentar