Film The
Day after Trinity merupakan film dokumenter dengan cerita utama seputar J.
Robert Oppenheimer, kepala Proyek Manhattan, sebuah proyek menciptakan senjata
(bom) dari energi nuklir di Laboratorium Los Alamos. Proyek Manhattan merupakan
proyek yang dibangun Amerika Serikat dalam rangka memenangi Perang Dunia II.
Informasi dalam film mengatakan bahwa rumor tentang bom atom saat itu sudah
beredar. Isu berhembus, Jerman sudah memilikinya.
Perang, dalam pengertian yang sempit,
adalah perkara politik dan penelitian tentang energi nuklir yang bisa diimplementasikan
sebagai senjata, dalam pengertian yang sempit juga, adalah perkara sains. Kolaborasi yang tercipta di
antara keduanya, dalam kasus Oppenheimer dan Proyek Manhattan sebelum
Hirosima-Nagasaki dibom, menghasilkan (1) kemulusan penelitian sains akibat dukungan material
sepenuhnya; (2) hasil dari sains akan
menyumbang untuk menyelesaikan perkara perang. Di sini, kita melihat adanya
‘simbiosis mutualisme’ antara sains dan
politik.
Oppenheimer yang bersimpati pada
sosialisme pernah berujar demikian, “With regard to these general aspects of the use of atomic
energy, it is clear that we, as scientiļ¬c men, have no proprietary rights....We [the scientists] have, however, no claim to special
competence in solving the political, social, and military problems which are
presented by the advent of atomic power.”[1]
Di sini, ada intuisi pada Oppenheimer bahwa ilmuwan bekerja pada bidangnya dan
untuk hal-hal lainnya yang sudah bukan bagian dari sains/bidang kerja ilmuwan menjadi
‘tanggung jawab’ bidang kerja yang lain. Ada pengandaian sebuah kerja bersama
oleh Oppenheimer pada hemat saya di sini. Dan Oppenheimer adalah seorang
pemimpin proyek untuk mengubah energi nuklir menjadi senjata nuklir atau
mengkreasikan senjata nuklir dari energi nuklir. Pada pernyataan yang dikutip
di atas, Oppenheimer sepertinya sudah ‘cuci tangan’ atas pekerjaannya. Atau
lebih tepatnya, Oppenheimer percaya pada bidang kerja yang lain. Ia akan
melakukan kerjanya dengan baik dan hasil kerjanya itu diserahkannya pada bidang
kerja yang lain untuk dimanfaatkan demi sebuah kepentingan yang baik.
Apa lacur? Kerja yang
berhasil itu menghasilkan sebuah luka kemanusiaan yang mendalam di Hirosima dan
Nagasaki. Oppenheimer pun terhenyak. Keluarlah kutukan dari mulutnmya:
“Despite the vision and the far-seeing wisdom of our wartime heads
of state, the physicists felt a peculiarly intimate responsibility for
suggesting, for supporting, and in the end, in large measure, for achieving the
realization of atomic eapons. Nor can we forget that these weapons, as they
were in fact used, dramatized so mercilessly the inhumanity and evil of modern
war. In some sort of crude sense which no vulgarity, no overstatement can quite
extinguish, the physicists have knwown sin; and this is a knowledge which they
cannot lose.”
Pada kutipan terakhir ini, kita lihat bahwa memang benar negaralah
yang bertanggung-jawab atas perkara perang. Tetapi, kembali pada penjelasan di
atas soal pengandaian Oppenheimer tentang pembagian kerja, ilmuwan sesungguhnya
ikut terlibat dalam memberikan hasil kerja mereka. Dan ilmuwan tentu saja tahu
persis akan apa yang dihasilkan dari kerja mereka. Dalam kasus Oppenheimer,
sejauh apa kekuatan ledakan bom atom, sejauh apa daya hancur bom atom, sejauh
apa kerusakan yang mungkin ditimbulkannya tentu saja sudah menjadi bagian dari
perhitungan kerja sains Oppenheimer dkk. Setelah hasil kerja didapatkan, bom
atom tercipta, hasil itu diberikan pada negara. Pengambil kebijakan USA pun
menentukan untuk apa hasil ini digunakan. Lantas, Hirosima dan Nagasaki pun
menangis.
‘Sin’ (dosa) tidak hendak saya pahami
sebagai ‘dosa’ dalam pemahaman teologi, melainkan dalam pemahaman kesalahan
dalam mencederai kemanusiaan. Maka, pada hemat saya, ilmuwan pun berdosa pada
kemanusiaan karena ia termasuk yang memungkinkan itu terjadi meski pun yang
‘melakukan tendangan goal’ bukanlah ilmuwan. Tetapi kesalahannya ada pada letak
persis tahunya ia akan kapasitas dari hasil kerjanya. Ilmuwan berdosa bersama
dengan dosa seluruh tubuh sosial. Contoh sebaliknya bisa diberikan. Jika bom
atom yang diciptakan Oppenheimer dkk digunakan untuk katakanlah menghancurkan
hingga menjadi debu sebuah meteor besar yang akan menghantam bumi yang mana
akan mengakibatkan setengah dari bumi musnah—bayangkan saja film Armageddon karya
Michael Bay— tentu saja Oppenheimer dkk akan berjasa bersama tubuh sosial yang
memungkinkan meteor tersebut hancur.
‘Dosa yang sudah diketahui oleh para ilmuwan ini
harus terus menjadi pengetahuan mereka yang tak
pernah boleh hilang’ dalam interpretasi saya adalah ilmuwan dalam kerjanya
harus selalu tahu bahwa hasil dari kerjanya—realitas yang diungkapkannya—ketika
diangkat pada level berikut—entah level kebudayaan/kesosialan/politik—akan
menjelma Wajah Janus; bisa jelita menawan, bisa buruk rupa memuakan.
[1] Kelly C. Cynthia (ed.), Oppenheimer and The Manhattan Project, (London:
World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.), 2006, hlm. 87.
[1] Kelly C. Cynthia (ed.), Oppenheimer and The Manhattan Project, (London:
World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.), 2006, hlm. 87.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar