Selasa, 15 Januari 2013

BIARKAN ANGIN MENUNTUNMU: ATAMBUA 39 derajat C dan Tragedi Para Pengungsi

Oleh Berto Tukan


Tiga belas tahun sudah peristiwa itu terjadi dan kita mungkin perlahan-lahan lupa tentangnya. Kala itu, 1999, sebuah wilayah yang kita anggap sebagai bagian dari ‘kita’ tiba-tiba berubah identitas menjadi ‘mereka’. Dulu, Maliana, Aimere, Bobonaro, Dili adalah titik-titik dalam peta Indonesia yang berwarna sama dengan Bogor, Cianjur, Tangerang; kini, titik-titik itu berbeda warna bahkan bisa saja tak ada. Begitulah, perubahan realitas politik selalu merubah gambaran-gambaran yang ada di kepala. Ketika perubahan-perubahan itu perlahan-lahan menjadi gema lemah yang sebentar lagi hilang dari kepala—setidaknya bagi saya—Atambua 39 derajat Celcuis(selanjutnya: Atambua 39)datang dan mengingatkannya kembali.
Atambua 39 karya Riri Riza berkisah tentang kehidupan Ronaldo (47 tahun), Joao anaknya (16-an tahun), dan juga Nikia (seumuran Joao) anak pengungsian yang kini tinggal di Kupang. Film ini mengambil settingsebagian besar di Atambua, kota perbatasan antara NTT-Indonesia dengan Timor Leste, sedikit di Kupang dan juga sedikit di Timor Leste. Pengambilan setting ini dan pernyataan di awal film, “Atambua 13 tahun setelah Referendum”, menjelaskan apa yang hendak dibicarakan Atambua 39; sebuah konsekuensi dari peristiwa politik dan perang. Mengambil Haliwen, Atambua, jelas film ini hendak bercerita tentang para pengungsi dari Timor Leste. Haliwen kita tahu adalah sebuah kompleks pemukiman para pengungsi Timor Leste di Atambua (ibu kota Kabupaten Belu, NTT).Lantas, Atambua 39 mencoba membandingkannya dengan sedikit setting di tempat asal para pemukim (Timor Leste) dan juga Kupang (wilayah Indonesia).

Selengkapnya untuk tulisan ini silahkan baca di Jurnal Footage!!!

3 komentar:

borescope mengatakan...

bagus juga nih filmnyaaa

timbangan mengatakan...

film ini seru banget ya

Inverter AC mengatakan...

Wah ane belum nonton nih Film, sepertinya seru juga nih film sob