Jumat, 24 Juni 2011

LETHE

Saya tidak bisa cepatcepat tidur malam ini. Dan dua lelaki yang duduk di depan meja papan catur dengan seekor kurcaci di bawahnya jadi tidak menarik lagi; masalah mereka bukan masalah yang baik untuk dijadikan pengantar tidur. Untuk masalah yang terakir silahkan saja menghitung domba. Sungguh, saran nan fenomenal itu belum pernah saya lakukan.

Mungkin saya memang secara intuitif tidak suka menulis tentang diri sendiri; biarkan orang lain saja yang menafsir tentang saya. Sepertinya saya memang dari dulu tidak suka dengan pria yang mecatutcaatut dirinya di air kolam yang bening. Namun saya juga bukan pria dengan kelemahan kebal di tumit kakinya. Saya kira, secara metaforis, setelah saya lahir ibu saya merendam diri saya yang bayi di dalam Sungai Lethe. Nah, sekarang, silahkan anda tidak menggubris saya yang saya tulis itu sebagai saya yang sedang menulis tetapi saya yang saya tulis ini silahkan anda artikan sebagai saya yang lain atau perlakukan saja saya yang saya tulis ini sebagai contoh untuk saya yang lain. Kira-kira demikian. Ini adalah suatu kekonyolan; anda yang tahu tentu tertawa dengan kecetekan pengkutipan tak langsung yang saya lakukan.

Tibatiba saya teringat dengan seorang teman saya yang suka detil dan karena sukanya akan detil itu ia menjadi lambat. Namun untuk kawan yang satu ini pepatah biar lambat asal selamat takan lari gunung kalau dikejar bolehlah kita alamatkan. Ketibatibaan ingatan yang datang ini membawa juga potongan-potongan gambar yang ada di dalam memori. Di Dark City anda akan temukan bagaimana memori menjadi begitu penting; ada makhluk luar angkasa yang mencuri begitu banyak manusia dari bumi. Mereka lantas membangun sebuah kota di luar angkasa, mungkin di sebuah galaxy yang dinamakan XX89NP oleh para astronot. Di kota itu mereka melakukan penelitian tentang jiwa manusia dan korpus utama penelitian mereka adalah memori manusia. Secanggih-canggihnya alat dan teknologi mereka, tak jua ditemukan apa itu jiwa. Sudahlah kita lupakan Dark City sampai di sini.

Nah, gambar-gambar yang berlompatan dari kotak memori saya itu demikian; mobil sedan hitam yang meluncur tertatihtatih di tengah jalan setapak hutan kecil, pecel lele di sebuah jalan dengan latar sebuah pusat perbelanjaan yang dibiarkan terlantar pasca 1998, dua ekor anjing yang lebih tinggi dari tubuh saya dengan piano yang teronggok di sudut ruangan dengan novel Milan Kundera di atasnya, pameran buku jakarta dengan halte yang ramai penumpang, dombadomba yang berlarian di langit di lihat dari jendela rumah sakit, buku Hard hukum dan filsafat di tengah film Balibo, baju kaos bergambar naga dengan buku harian berkunci ganda, mother how are you today yang dilupakan lariklarik awalnya, ah, dan ini, sebuah motor 2 tag milik Kotaro Minami, malam di sebuah pertigaan dengan realita cinta dan rocknroll,apa lagi, ayo apa lagi, hem, sebentar mari mencaricari, yap, sebuah komik jepang tentang para pendekar kurus dengan jurusjurus aneh yang mematikan.

Aduh, terlalu banyak yang mendesak ke luar dan terlalu banyak yang minta dicatat. Dengan sabar, saya membakar rokok dan menjelaskan pada mereka bahwa setiap yang dibakukan menjadi mati dan bukan kenangan dalam ingatan yang dinamis. Maka, berbahagialah jika saya selalu membiarkan kalian sebatang kara kesepian di dalam kotak memori. Maka demikianlah yang saya katakan.

Sebelumsebelum ini saya berpikir bahwa hidup itu tinggal berjalan ke depan saja dan menatap yang di depan dan tak perlu kau menoleh ke belakang. Namun yah, benjamin membuat saya berpikir ulang karena katanya yang ada di depan tak mungkin kita lihat; sesungguhnya kita tak tahu apaapa tentang apa yang ada di depan; yang bisa kita lakukan dengan apa yang ada di depan adalah menerka-nerka. Dan duduk menerkanerka adalah sebuah gaya hidup yang mewah ternyata saudarasaudari sekalian. Tidak cocok untuk hidup yang selalu ada di tengah kegentingan; mati atau hidup. Maka yang mesti dilakukan adalah memikirkan apaapa yang benarbenar real; yang telah terjadi dan yang ada di sekitar kita. Namun karena memori hanya datang pada momen-momen tertentu, ini menurut saya, ada baiknya tetap berkonsentrasi pada apa yang ada sekarang.

Saya baru selesai membaca Kitchen dan saya pikir tak ada yang perlu diambil dari sana. The Lost Room lebih bagus saya kira. Terkadang orangorang selalu berpikir bahwa filsafat itu bisa membahagiakan hidup; ini pernah ditanyakan pada saya via sms. Yah, ada beberapa dalil filsafat yang digunakan untuk pelipur lara saya kira. Namun filsafat katanya bukan untuk itu; ia untuk perjuangan manusia yang sosial. Dan saya sepertinya sudah ngantuk saudarasaudari.

Segala gambaran memori yang meloncatloncat saya yakin tak anda pahami. Saya juga tak sebenarnya; kenapa gambargambar itu yang harus saya ceritakan di sini dan bukan gambargambar lainnya. Kenapa gambargambar itu yang harus duluan melompat ke luar dan bukan gambargambar lainnya. Maka, ijinkanlah diri anda membayangkan setiap kata saya dalam tulisan ini bukan sebagai saya yang sudah menuliskannya melainkan saya yang lain atau jika itu terlalu sulit silahkan anda menganggap setiap kata saya yang ada dalam tulisan ini sebagai sebuah contoh saya yang diberikan oleh saya yang sudah menuliskannya. Sesungguhnya Heidegger dan Derrida itu  (mungkin juga Husserl, dengan demikian Levinas bisa ikut-ikutan); saya akan menambahkan satu nama biar bisa menjadi grup futsal, hem, hem, ya udah, Sartre saja (nah, kita punya tim futsal dua negara sekarang). Oke kembali lagi pada Derrida dan heidegger itu sama seperti anjing galak yang dibiarkan di sebuah pagar rumah orang kaya, atau seperti ranjauranjau dari bambu di sebuah kebun dengan komoditi yang mahal. Kenapa demikian? Karena mereka suka pakai tandau X. Ya tanda X. Kenapa berbahaya? Karena anda tinggal menggambarkan sebuah tengkorak kecil di tengahtengah V bagian atas dari X tersebut (saya kira untuk menggambarkan gambar tengkorak ini anak SD kelas 3, siapa pun itu, sudah bisa melakukannya). Niscaya, gambar tengkorak kecil di atas V bagian atas dari tanda X akan membuat gentar setiap manusia berakal budi dalam kesosialannya.

Bukit, 25 Juni 2011

n.b. oh ya, karena ketika kecil ibu saya sudah merendam tubuh saya dalam Sungai Lethe, maka saya juga sebenarnya sudah lupa apa sebenarnya yang mau saya tulis di tulisan ini pada awalnya. Dan karena hanya telapak kaki saya saja yang tidak terendam dalam sungai Lethe, maka anda yang mau tahu tentang soal itu, silahkan tanyakan pada telapak kaki saya. sesungguhnya telapak kaki saya sangat bersahabat baik dengan Hades. Terima kasih.          

n.b. lagi. dua gambar yang dijadikan ilustrasi dalam postingan ini adalah dua gambar pertama yang keluar ketika saya memasukan kata kunci LETHE ke mesin pencari google images.

Tidak ada komentar: