Sabtu, 16 April 2011

HULAHUP



Bagaimanakah saya harus melafalkan film yang barusan saya tonton tadi? Hanya muka tolol penuh ketakpahaman yang disampaikan pada Sang Kekasih Hati yang duduk di samping.

Itu dia film Hanung Bramantyo yang sedang dibicarakan. Saya rasa film ini tak terlalu menarik dan biasabiasa saja. Hanya mengejar kebombastisan tema yang sedang direkayasa sebagai sebuah konflik di negeri ini. Terlalu banyak tokoh, terlalu banyak latar belakang, terlalu banyak kebetulan, dan juga terlalu banyak yang tidak dijelaskan. Sepeti ambisius namun diberi ruang berekspresi yang sempit. Alhasis, akar masalah tak ditemukan, solusi terkesan dibuatbuat dan terburuburu.


Akir cerita tentang seorang korban yang dipahlawankan menjadi tak berarti untuk saya. Berpindah agama yang digambarkan begitu gampang tanpa menunjukan dengan detil dan sabar konflik batin yang mengakibatkan para tokoh memutuskan hal itu membuat persoalan pindah agama sama seperti problem ganti merk hp. Memang keberagaman ingin ditampilkan sebagai sebuah jalan menuju pemahaman akan harmonisasi hidup yang lebih baik. Namun ketika dia digampangkan begitu saja, justru membuat harmonisasi hidup pun tak bermakna. Tanda tanya lantas membuat tanda tanya di kepala saya, film ini mau apa sieh sebenarnya?

Lantas, saya dan kekasih pun menyeruput malam di pinggir jalan sambil menyadari tubuh yang penuh misteri; beberapa hari lalu, benda hitam itu adalah bagian tak terpisah dari dirimu, namun malam ini kamu bisa mencubit dan melepasnya begitu saja dari tubuhmu lantas kamu buang ke lantai.

Tidak ada komentar: