Jumat, 04 Maret 2011

ENGKAU AKAN BERHENTI MENGETIK KETIKA HUJAN REDA...



Saya sedang mengetik dengan asyiknya di keyboard komputer saya. Dari kepala saya, muncul katakata yang mewakili saya berpikir, lalu dari kepala itu (dan saya juga membayangkan mulut saya mengeja katakata itu walau pun pada kenyataannya bibir saya terkatup; yah beberapa kali memang terbuka sedikit untuk menjepit rokok) katakata tersebut berlari melalui urat-urat syaraf dan sampailah ia pada jarijari saya yang lantas dalam waktu yang cepat dan tidak ada sedikit keluhan dari para jari itu (ini yang kusuka dari jari) mereka langsung membagi jatah kerja di antara mereka; siapa bertanggung jawab dengan huruf a,b,k, dst, dan ada yang bertanggung jawab diam saja di ujung bawah laci meja tempat menaruh keyboard.

Dan dari keyboard tersebut, dengan tak kalah cepatnya melalui kekabel berlari lagilah huruf-huruf itu masuk ke dalam cpu; saya tak akan menggambarkan secara detil dia akan masuk ke mana dll, serta bagaimana bisa itu langsung terhubunglah apa yang berlari dari keyboard yang sebenarnya berasal dari kepala saya itu yang juga secara bersamaan komisi peninjau kesinkronan kepala, jari, keyboard dan layar monitor yakni mata dengan sebuah satelit entah di luar sana melalui benda kecil keluaran china, lantas seketika muncul lagi di layar monitor; ah, sudahlah logika komputer cukup merekamereka yang mempelajari secara khusus tentang itu yang memilahmilahnya. Yang jelas, keterhubungan kepala ke tangan ke keyboard, ke cpu, ke--kita sebut saja satelit--ke komputer kembali itu sesuatu yang lumrah dan sederhana kelihatannya tetapi menyimpan sebuah kerumitan yang mengagumkan dan kerumitan yang mengagumkan itu akan nampak seketika ketika satu detil kecil saja dari kesederhanaan itu tak bisa bekerja. Ini asumsi saya.

Ketika otak saya sedang memerintah tangan saya mengetik dan juga ketika mata saya mengawasi kerja keduanya itu, di luar sana tengah turun hujan sedangkan Frank Sinatra yang dibekukan teknologi sehingga masih saja terekam jejaknya dalam hd saya tengah menyanyikan "when you're smiling".

When you're smiling
When you're smiling
The whole world smiles with you

When you're laughing
When you're laughing
The sun comes shining through

But when you're crying
You bring on the rain
So stop your sighing
Be happy again

Keep on smiling
Cause when you're smiling
The whole world smiles with you

When you're smiling
When you're smiling
The whole world smiles with you

When you're laughing
When you're laughing
That sun comes shining through

But when you're crying
You bring on the rain
So stop your sighing
Be happy again

Keep on smiling
Cause when you're smiling
The whole world smiles with you

Lalu mata saya tibatiba menyaksikan semut-semut melintasi bibir meja komputer saya. gerombolan itu menubruk pematik hijau, mereka lantas mencari jalur baru, berbelok ke kanan, bertemu asbak, mereka memanjat asbak itu, lantas menghilang di belakang asbak. ketika mata saya asik menyaksikan semut itu, tangan saya berhenti mengetik karena otak saya asik merangkairangkai tentang semut.


KISAH TENTANG SEMUT


Seekor semut jalanjalan di meja makanku

Matanya memandang ke sana ke mari

Ah, aku tahu, ia pasti mencari sesuatu

Mungkin yang manis –manis seperti jeli

Si semut berputarputar ke sana kemari

Dari sudut paling kiri sampai sudut paling kanan

Ah, tentu tak ada didapatnya apa yang dicari

Meja makan itu baru saja ibu bereskan


—ibuku ibu terhebat di dunia, tak ada noda sedikit tersisa—

Bukan ibu tega melihat semut lapar

Tapi ibu memang tak tahu semut cari makan

Kucing kami diberinya makan di dapur

Kalau ibu tahu ada semut lapar, makanan dibagikan

Dan aku mencontohi ibu

Kubuka lemari berbau madu

Lantas kucomot sekeping tahu

Kutaro di meja makan untuk tamu

Si semut pun menghampiri malu-malu

Dibauinya tahu yang siap disantap

Aku menatapnya, kursi kudekap

Ah, si semut itu tak juga memakannya

Mungkin ia malu dengan mataku yang menyala

Maka aku pun pergi sembunyi

Sambil mengintip dari balik gorden

Namun si semut malah pergi berlari

Tahu yang sedap belum juga dimakan

Tiba-tiba, semut itu datang lagi

Kini ia tak sendiri

Dibawahnya serta banyak sekali kawannya

Dan mereka cepatcepat mendekati tahunya

Aku hanya menatap terheranheran

Si semut yang tak mau makan sendirian

Tahu yang kuletakan untuknya

Dia memanggil temantemannya tentu lapar mereka

Tahu itu diangkat mereka beramairamai

Sambil bersimbah air mata

Akan rejeki yang diberikan semesta hari ini

Dan mereka pasti akan berpesta


Lalu saya hendak menulis lagi panjangpanjang tetapi tibatiba langsung terciumlah oleh hidung saya bau kayu manis lantas kepala saya mengatakan bahwa ada baiknya segelas kopi dengan kayu manis yang ditaburkan di atasnya menemani sebelum pukul lima. Mengenai kopi dengan kayu manis, itu adalah temuan kekasih saya yang menemukannya dari kebiasaan seorang atasannya di tempat ia bekerja. Saya mencari-cari juga perihal vegetarianisme tetapi sepertinya memang soal keterhubungan dengan satelit yang tadi saya ceritakan pada anda tidak memungkinkan untuk itu. Saya lantas menghentikannya. Peter SInger ternyata lebih sinting dari Nietzsche. Kalau Nietzsche pernah berlari dan berlutut di depan kuda yang disiksa, ia malah melarang seorang dukun hitam membunuh seekor ayam jago yang hitam seluruhnya lantaran si ayam ini darahnya bisa mengusir bala. Nah, di sini si dukun membunuh ayam itu bukan demi makanan. Membunuh, pada dasarnya bertujuan untuk mencari makanan. Jadi tak ada itu kehormatan, harga diri, dll. Karena itu jika situasinya dimungkinkan untuk membunuh demi makanan, maka bunuhlah. Anda bisa saksikan di film-film futuristik di mana ketika tak ada lagi bahan makanan di dunia ini, manusia saling membunuh untuk saling memakan.



Tidak ada komentar: