Jumat, 18 Maret 2011

DAN JALANAN PUN SEMAKIN SEMPIT....

Anda harus tahu bahwa hari ini saya cukup berhemat dalam hal biaya transportasi. Pasalnya, hari ini bus trans Jakarta beroperasi sampai jam 12 malam. Biasanya saya pulang dari Mampang pukul 10 ke atas dan itu berarti—di hari-hari sebelumnya—saya akan menghabiskan kira-kira 7.000 rupiah. Itu karena saya harus naik bus arah Grogol-UKI seharga 2.000 rupiah lantas berganti dengan omprengan UKI-Priok 5.000 rupiah. Nah, malam ini, anda bayangkan, saya hanya mengeluarkan 3.500 rupiah. Betapa beruntungnya saya bukan?

Namun ketika menunggu, dengan cukup lama tentu saja, bus trans Jakarta arah Cililitan-Priok, saya tibatiba teringat pada malammalam ketika omprengan Suzuki carry masih ngetem menunggu penuh penumpang. Saya duduk di depan di samping supir waktu itu. Ketika penumpang sudah penuh, seorang perempuan menghampirinya dan supir itu berbincang sejenak dengannya lantas memberikan beberapa lembar seribuan kepadanya.

“Reman Cewe, Bang. Mantap kan.” Begitu supir itu berkata padaku sebelum menggerakan perneseling mobilnya dan melajukan mobil itu.

Perempuan itu sering aku lihat di sana ketika sedang menggunakan omprengan. Dia fasih mengajak penumpang menaiki kendaraan, dia fasih berdalih dengan polisi yang berpatroli, dia fasih dan bersahabat sekali dengan para sopir di sana.

Lantas saya berpikir bahwa bila busway ini sampai jam 12 malam, bagaimana kirakira keadaan di pangkalan dadakan omprengan malam hari itu? Tapi sebelum itu, saya melihat omprengan itu sebagai fenomena di mana para supir saling berbagi rejeki; bus yang melayani rute tersebut di malam hari berhenti dan diganti dengan omprengan itu (di sini kita lepaskan dulu dari masalah memang ijin yang dikeluarkan untuk bus-bus dimaksud memang hanya sampai jam tertentu saja atau lainnya). Sama pula fenomena ini dengan ojek di gang-gang yang dilalui angkotangkot apb Suzuki carry (di sini juga anda tak usah pusing dengan praktek sesekali angkot yang keras kepala dilempari batu oleh para tukang ojek).

Saya berpikir terlalu jauh dan macam-macam kadang-kadang. Seandainya bus way ini selanjutnya terus beroperasi sampai jam 12 malam, saya kira para supir omprengan itu akan kehilangan banyak penghasilan. Satu contoh kecil, saya yang biasanya memakai jasa mereka pada hari ini sudah berganti ke busway. Yah, dan tentu tidak saya seorang seperti itu. Namun problemnya adalah saya malah banyak berhemat dengan naik busway.

Namun begini. Kalau saya memberikan 5.000 itu, dengan pengandaian saya adalah pengguna tetap omprengan, 5000 saya setiap harinya pasti jatuh pada tangan supir yang berbeda-beda. Ini tentu saja tidak terjadi pada busway yang tentu saja 3.500 saya tiap harinya akan jatuh pada tangan beberapa pengusaha yang sama saja. Namun problemnya adalah saya tetap lebih berhemat beberapa rupiah. Itu soalnya di sini; orang tak akan peduli dengan supir busway (oh yah, segala kata busway di sini sebaiknya anda baca dengan bus transjakarta) yang tak mungkin diajak bersenda gurau dan supir omprengan yang sangat mau berbagi kantuk dengan penumpang yang cerewet. Seandainya tiba-tiba bus transjakarta itu merasa perlu beroperasi 24 jam? Supirsupir itu akan ke manakah? Entahlah. Tapi tentu mereka akan menemukan cara untuk hidup yang lain.

Yah bus transjakarta ini tentu saja akan bisa mendepak segala omprengan milik perorangan ini. Masalahnya, namanya juga angkot gelap, pasti tak bayar pajak. Bus transjakarta tentu bayar pajak. Dan bukankah yang bayar pajak adalah pengusaha yang baik sedangkan yang tak bayar pajak bukan pengusaha yang baik? Tentu pajak gelap tak berlaku di sini. Pajak gelap bukan kriminal bung. Tapi bagaimana kelompok tertentu melawan system yang tak menguntungkan mereka; semacam mencari celah-celah sempit di antara jalanan penuh jebakan dan pemangsa. Namun pajaklah yang membuat Negara ini sedikit bertaji. Dengan uang-uang itu, dia bisa menjalani roda-rodanya. Jika demikian, tentu pajak akan lebih ditujukan pada merekamereka yang bisa membayar lebih baik; kebijakan pajak tentu lebih berpihak pada mereka yang mampu membayar. Tentu tak perlu kita panjang lebar membincangkan bahwa pajak tak berarti dibandingkan keuntungan yang didapat oleh pembayar pajak. Dan soal mafia pajak dan halhal seperti itu sungguh tak perlu diperbincangkan di sini; itu urusan portal-portal berita.

Nah, itulah peran Negara sejauh ini. Alih-alih membuat sendiri, alih-alih menjalankan sendiri layanan public untuk warganya, dia lebih memilih memberikannya pada pihak lain menjalankannya dan dia tinggal menarik pajak dari sana. Bahkan warganya pun diperjualbelikan; TKW TKI yang tak diurus dengan baik, investor asing yang mendapat keuntungan dari tenaga kerja murah dan bisa kapan pun bosan dan memindahkan perusahaannya ke luar negeri. Ah, saya kurang paham soal ini, tapi begitu kirakira yang ada di kepala. Tentu tidak semuanya diserahkan pada pihak lain, ada juga yang dijalankan sendiri oleh Negara, ada pula hal-hal yang diusahakan dengan sekuat tenaga. Namun di tengah dunia yang semakin menyeramkan dengan neolib, globalisasi, Negara pun sudah mulai kehilangan tajinya, Negara sudah mulai seperti seorang raja yang merasa diri berkuasa tetapi sebenarnya tak punya kekuasaan apaapa (kalimat ini sebenarnya memparafrasekan kata dari seorang penulis atau pemikir tetapi saya lupa siapa), nation state semakin hari semakin terlihat tak berarti. Bagaimana mungkin berarti bila satu kejadian di Negara di belahan bumi lain berpengaruh secara signifikan pada Negara di belahan bumi yang berlawanan?

Terlepas dari semua itu, saya kira abang-abang sopir angkot gelap itu akan tetap bertahan entah dengan bertambahnya jebakan-jebakan di jalanan, entah dengan semakin sempitnya ruang untuk mereka di jalanan.

Dan ketika turun di halte BPKP Pramuka, saya melihat beberapa remaja bermain bola di kolong jembatan dan saya memandang kelangit, di sana ada bulan bundar sempurna, cahayanya berpendar kegirangan, dan saya mengirimkan icon ini :* kepada kekasih saya.

19/03/2011


1 komentar:

A. Moses Levitt mengatakan...

di melayu juga ada reman cewek kaya gitu, no...tempat angkot 45 biasa ngetem...seksi, ngerokok...oke kan?