Jumat, 16 Januari 2009

Waiting Radiation dan Pertanyaan untuk Kepercayaan

waiting radiation

cipher mouth are sharp
razor eyes stay strong
denies all

waiting radiation
keys were locked i’m stoned
cut it out

in the silence of the night
i’m on a waiting for a shout
give me your hand share me your light
give me a word and please forget

be there oh someone that reminds
i hate you and i’ll kill your cries
out of a sight out of a sight
silent to me I hate you rest
(telesonik)

Setaaaan!!!! Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan sebuah lagu menyebalkan di atas yang tiba-tiba, pada siang hari tadi, bergaung begitu saja dari speaker simbadda gw. Tanpa kasih tanda belok ke kiri atau ke kanan, tiba-tiba langsung nongol. Dan sound of klender harus bertanggung jawab atas derita ini!!!
Oke! Mari kita melangkah ke masalah berikutnya.
Pertanyaannya adalah bagaimana caranya kita bisa mempercayai orang lain? Gw kira, ini PR (ato bisa aja mang dah ada, tapi gw-nya aja yang kurang baca) terbesar para filosof dan psikolinguist tuk menjawabnya. Demi, ya tentu saja orang-orang peragu kyk gw. “Berbahagialah orang yang tidak melihat namun percaya,” kata Pria Nazareth yang wajahNya kadang-kadang kita temukan pula di The Lord of The Ring. Namun broer, itu kan untuk masalah-masalah iman. Problem kita di sini adalah mempercayai wicara dari lawan bicara.
Contoh sederhananya demikian
(dan biar agak nyambung dengan waiting radiation dari para pemusik paruh waktu di atas, kita cari contoh dari telepon-menelepon); gw nelpon tmn gw, sebut aja Bagoer (sorry broer, pinjam nama loe bentar), bukan nama sebenarnya. Nah, ngorol-ngidul ke sana ke mari, tiba-tiba si Bagoer bilang dari ujung sana, “sorry cuy, nanti baru ngbrol-ngbrol lagi aja, gw kebelet mau buang air (demi keetisan, kata ‘berak’ ga dipakai di sini). Nahh, bagaimana caranya gw percaya bahwa Bagoer benar-benar mau ke toilet? Jika isi kepala gw agak sedikit usil dan suka bermain-main dengan kemungkinan plus kutipan-kutipan lain, bisa aja gw mengartikan Bagoer mau ke toilet itu dengan hal yang sungguh amat sangat berbeda. Dan Broer, untuk kasus-kasus telepon-menelepon tertentu, hal ini akan menjadi problem terbesar, bisa aja menimbulkan perang yang didasari syak wasangka yang tidak berujung pangkal. Kalau mau tau, entah ini cerita benar atau ngga, Jepang menyerang Pearl Harbour gara-gara masalah ini. Jadi, si putra mahkota jepang waktu itu nelpon koleganya di Amrik sono. Eh, si koleganya di amrik sono bilang kalau dia baru aja berpapasan ama mantan pacarnya si putra mahkota jepang tersebut. Ya udah, gimana cara mengerti si putra mahkota, penyerangan ke Pearl Harbour-pun disiapkan secepat-cepatnya dan dalam tempo sesingkat-singkatnya. Kalo mau ditarik lebih jauh ke belakang, masalah kayak gini udah ada sejak masa Perang Bubat. Nah sebenarnya waktu itu ada miscomunication antara pembesar Majapahit dengan Pajajaran. Hehehehe
Oke, kembali ke masalah gimana caranya kita bisa percaya secara absolut bahwa lawan wicara kita di seberany sana tidak berbohong dengan ucapannya? Misalnya dia bilang, eh gw baru aja turun dari taxi……blabalbla...misalnya… Padahal ternyata abang bajaj dengan muka 30-an serta mata hijau tanda duit pas rintikrintik genit tengah ranum di Jakarta, tengah menanti kawan kita yang baru melontarkan kalimat tadi, membayar ongkos bajaj.
Di saat-saat biasa atau di perbincangan-perbincangan dengan radiasi-radiasi seperti ini terjadi, terkadang kita memang sering mengambil kesimpulan gampang dan jawaban yang efektif ajujubilah seperti: ah, bodoh amat! Mau boong kek, kagak kek, mang urusan gw? Atau, terus hubungan ama gw apa? Atau emang penting banget ya?
Tapi masalahnya menjadi beda, ketika yang terjadi adalah sebuah wicara khusus, epik, hits, nan penting dan genting. Tidak bisa tidak, pertanyaan seperti bagaimana caranya untuk mempercayai wicara lawan bicara secara absolut, haruslah dicari dan ditemukan. Mungkin hermeneutika atau alat tertentu atau apalah….. takutnya nie bro, kejadian seperti perang bubat dan penyerangan pearl harbour terulang lagi. Kan berabe??
(berto)

Tidak ada komentar: