Sebuah Senja
Malam begitu cepat datang
Bukan kita yang datang begitu cepat padanya
Malam bertamu lebih dini
Sebatang rokok yang dimintanya kita bungkus selembar kantuk
Tunggu
Puisi saya
Seratus enam puluhkarakter
Maksimal
Dan juga tanpa darah
2010-02-08
Pagipagi Remang, Siangsiang Legam,
dan Senjasenja Sengkarut
Aku tengadah memandang awan
Awan itu
Sepagi ini ia nampak di sana
Di sudut langit tiga perdelapan
putihnya, warna kesiasiaan, menanti
hitam hadir dalam kepenuhannya
Aku tengadah memandang awan
Awan itu
Ia memetakumpeti matahari;
Siswa kelas I SD baru ditahbiskan
Bukan sebagai anak bawang
nadinadi lengkungnya, ketegaran siasia,
darah yang semenit lagi tak mengalir
aku tinggalkan dia, bagaimanapun juga
hidup bukan hanya pagi yang riang dan
mimisan akibat sinus si sisilia
Aku menengok, keacuhan gadis perawan
Langit yang tiga perdelapan, sudut terberkahi
Awan itu
Penghuni kerasan, atau keras kepala?
putihnya menggeliat kepanasan, atau kegelisahan?
maut yang siap dilontarkan gununggunung, atau
pabrikpabrik?
Aku menengok, keacuhan gadis perawan
Langit yang tiga perdelapan, sudut terberkahi
Awan itu
Menolak dengan manis, ajakan magis
Siklus alam, kefanaan nirtolak
lengkung nadinya, lenguh kemurungan
ooooi, tangantangannya mencengkram langit
dalam bening kepasrahan
tak bisa lagi aku menengok, bagaimanapun juga,
kelokan itu menutup langit tiga perdelapan
berganti kamarkamar lantai sepuluh dengan aroma
birahi menyembul dari balkonbalkonnya
Ini dia pancaroba kedua, kestatisan yang memastikan
Segala
Langit tiga perdelapan tentu berbenah, aku menyapanya
Dalam ritual siasia, segelas kopi dan segumpal tembakau,
Awan itu, dingin menatap matahari, “ini aku di singgasanaku”
putihnya kelicikan bunglon
nadi lengkunya keraskepala kurakura
Ini dia pancaroba kedua, kestatisan yang memastikan
Segala
Langit tiga perdelapan dalam seratusdelapanpuluh derajat
Putaran bumi, aku menyapanya dalam ritual siasia, segelas
Kopi dan segumpal tembakau, awan itu tanpa ekspresi
Bisikan angin disuruhnya bungkam
putihnya abuabu kefanaan
nadi lengkungnya garigaris kepastian
Aku tengadah memandang awan
Awan itu
Langit yang tiga perdelapan, sudut terberkahi
Awan itu
Aku menyapanya dalam ritual siasia
awan itu
Matraman—Depok—Matraman, Desember 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar