Tak ada yang bisa disangsikan dari kepintaran manusia. Konon kabarnya, otak kita ini masih digunakan sebagian kecilnya saja. Sebagian besarnya masih pasif, semacam daging lebih yang tak terlalu penting ada di tubuh kita, tapi menjadi bagian yang sungguh membantu keseluruhan tubuh kita. Lantas, bayangkanlah bila suatu ketika anda begitu beruntungnya karena tiba-tiba ada seorang Bikhu dari Tibet yang menemukan anda dan mengatakan bahwa anda adalah titisan Dalai Lama yang aka menggantikan Dalai Lama ke empat belas. Maaf, kemungkinan ini cukup mustahil mengingat anda yang bisa membaca tulisan ini pasti sudah tamat SD semua. Sedangkan berdasarkan ceritanya Martin Scorsese dalam Kundun, anak kecil yang masih poloslah yang dipilih untuk itu. Namun sudahlah, saya sebenarnya tidak mau masuk ke masalah perfilman dalam tulisan ini.
Tapi, ada baiknya saya menyinggung sejenak soal pertemuan Ketua Mao dan Dalai Lama. Dengan vulgar, Ketua Mao berbisik pada Dalai Lama bahwa agama itu racun dan masyarakatnya di Tibet sana sudah lemah karena racun itu namun hidup dalam bayang-bayang bahwa mereka kuat. Agak tidak mungkin juga Mao yang mantan guru itu bisa begitu sotoy-nya berbicara demikian di depan seorang pemimpin agama besar. Setidak-tidaknya, dia pasti tahu cara berbicara seperti apa yang lebih enak untuk kawan bicaranya itu. Toh, bukan masalah juga kalau pakai sepatu pantofel hitam berkilap dengan rambut yang seakan-akan menghabiskan setengah botol minyak rambut Tancho buatan Cina? Tulisan ini juga bukan kiat sukses menjadi penulis skenario yang, katakanlah agak pintar untuk tidak vulgar menunjukkan ‘dosa’ manusia.
Tentu saja anda sudah mendengar desas-desus tentang blackberry yang katanya merupakan bagian dari mata-mata CIA atau, kalau itu terlalu berlebihan, segala sms anda dan segala perbincangan telepon anda bisa diakses kapan pun oleh orang-orang tertentu yang punya akses ke bank data tersebut. Jika anda mempercayai desas-desus itu, yakinlah bahwa anda bukan satu-satunya orang yang mengidap semacam paranoia bahwa di jaman ini segalanya, dari hal besar hingga kecil, kapitalis, teknologi, budaya massa, semuanya akan terpusat dan mengatur anda begitu rupa. Setidak-tidaknya kawan-kawan anda adalah tokoh-tokoh sekarat dalam The Truman Show, Pleasantville, atau yang terbaru semacam Eagles Eye. Oh, anda sungguh tidak hidup dalam zaman postmodern yang mengagungkan narasi-narasi kecil, kebebasan-lebebasan, kematian subjek dan segala macamnya itu. Atau anda memang tidak suka dengan subjek-subjek kecil, kemampuan membuat kisah sendiri tanpa bergantung pada hal-hal besar di luar anda. Hem, mungkin paragraf ini terbaca seperti sok intelektual, jadi sebaiknya saya hentikan di sini.
Ini mungkin akan menjadi paragraf terakhir tulisan. Untuk itu, seperti yang coba saya tirukan dari salah seorang kenalan saya yang suka merubah suaranya ketika selesai membacakan pidatonya lantaran dia menyisipkan puisi di sana, saya sisipkan juga sebuah puisi Philippe Soupault, Twilight. “Seekor gajah dalam bak mandinya / dan tiga anak kecil sedang tertidur / kisah asing kisah asing / kisah tentang latar matahari”. (Berto Tukan)
Dipublikasikan di DADA edisi II Oktober 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar